Minggu, 30 November 2008

Ketawa Lagi ah...

Cerita 1
> > > Seorang mahasiswa semester XII menulis surat kepada ayahnya:
> > > Halo Ayah,
> > > Aku merasa tidak enak karena terus menerus menulis surat kepada Ayah untuk
> > > meminta uang. Aku merasa malu dan sedih. Aku harus meminta uang sebesar
> > > Rp 500.000,00 kepada Ayah, walaupun setiap bagian dalam tubuhku memberontak.
> > > Aku meminta dengan tulus dari hatiku yang paling dalam, Ayah mau memaklumi
> > > dan memaafkan aku.
> > > Salam dari ananda,
> > > Tommy.
> > > NB: Aku merasa berat hati untuk mengirimkan surat ini, jadi aku coba untuk
> > > mengejar tukang pos yang mengambil surat ini dari dalam kotak surat. Aku mau
> > > mengambil kembali surat ini dan membakarnya, karena
> > > surat ini pasti menyusahkan hati Ayah. Aku berdoa dalam hati agar aku
> > > bisa mendapatkan surat ini kembali, tapi sudah terlambat.
> > > Beberapa hari kemudian dia menerima balasan surat dari ayahnya yang berisi
> > > kalimat pendek,
> > > Untuk Tommy,
> > > "Nak, doamu sudah dikabulkan. Suratmu tidak pernah kuterima"
> > > Dari Ayahmu.

Cerita 2
> > > BINDENG
> > > Suatu hari saya sedang dalam perjalanan dari Cinere ke Pondok Labu dengan
> > > menumpang sebuah angkot, dan kebetulan saya duduk disebelah sopir.
> > > Setelah sampai di depan Mal Cinere, ada seorang pemuda minta diturunkan,
> > > kemudian pemuda itu hendak membayar ongkosnya. Si pemuda itu bertanya kepada
> > > sopir di sebelah saya, namun rupanya si pemuda itu suaranya bindeng
> > > (seperti hidung tersumbat lendir pada saat pilek ),
> > > Pemuda : hang ! heraha onghosha ? ( Bang ! berapa ongkosnya ? )
> > > Namun sopir di sebelah saya itu diam saja.
> > > Pemuda : hang ! heraha onghosha ? hihanya hok hiem aha, huhek huping huha
> > > ( Bang ! berapa ongkosnya ? ditanya kok diem aja, budek kuping lu ya ? )
> > > Sopir tetap diam.
> > > Pemuda : he hrengsek ! hihanya hiem aha ! uhah hih hepek aha !
> > > (Ye brengsek ! ditanya diem aja ! udah nih cepek aja! )
> > > Setelah menerima uang cepek ( Rp 100 ) itu, si sopir segera menjalankan
> > > angkotnya lagi. Lalu saya bertanya pada sopir, "Bang, kenapa sih tadi
> > > ditanya sama orang itu, kog nggak jawab ?"
> > > Lalu si sopir menjawab, "Hua hih hukannya hak hau hawab ! hari hada hua
> > > hihira heledek, hendingan hua hugi hepek !" ( Gua sih bukannya nggak mau
> > > jawab!dari pada gua dikira ngeledek, mendingan gua rugi cepek !".
> > > Rupanya sang sopir juga bindeng...

Cerita 3
> > > Butet kiri...

> > > Butet baru saja datang dari kampungnya di Sumatera ke kota Jakarta.
> > > Suatu hari dia ingin jalan-jalan sendiri melihat-lihat kota Jakarta naik
> > > Metromini, biasanya penumpang selalu berteriak menyebut nama jalan jika
> > > hendak turun. Sampai di Jl. Diponegoro salah seorang penumpang berteriak
> > > "Diponegoro kiri"
> > > lalu metromini berhenti dan penumpang itu turun. "Sudirman kiri" teriak
> > > penumpang lain lalu turun. kemudian melewati Jl. Thamrin seorang penumpang
> > > teriak "Thamrin kiri" lalu turun.
> > > Butet berpikir 'rupanya di Jakarta harus sebut nama supaya bisa turun'.
> > > Beberapa saat kemudian dengan suara lantang dia teriak "Butet kiri..!!",
> > > "ini bukan Medan bung!!" jawab kondektur kesal.

Cerita 4
> > > Kiwi Baang....!

> > > Ketika saya sedang melakukan perjalanan dari Jakarta ke Cimanggis, Bogor
> > > dengan mengendarai mobil angkot jurusan Kp.Rambutan - Cimanggis yang mana
> > > di dalam angkot tersebut penuh dengan penumpang.
> > > Di tengah perjalanan ada seorang penumpang yang tiba-tiba mengetok dinding
> > > angkot seraya bilang "Kiwi,..."
> > > si sopir angkot sepontan menjawab "Kiwi masih jauh bang tenang aja"
> > > (Pabrik Semir sepatu di daerah mekarsari, Cimanggis) tetapi penumpang
> > > tersebut malah mengulanginya lagi dengan setengah teriak "Kiwii,..."
> > > si sopir angkot tersebut membalas dengan lebih keras "Heh, abang budeg ya ?
> > > dibilangin Kiwi masih jauh juga, teriak-teriak aja,....!"
> > > belum selesai si sopir bicara, si penumpang tersebut memukul atap angkot
> > > dengan keras seraya berkata dengan keras "Elu yang wudeg, diwilang kiwi-kiwi
> > > ngalah jalan tewus,....!!!.
> > > Seketika itu si sopir mengerem laju angkotnya, langsung menengok ke
> > > belakang juga semua penumpang sambil menahan geli. Ternyata si abang
> > > tersebut ma'af, bibirnya sumbing.

Tidak ada komentar: